Jumat, Agustus 21, 2009

Pluralnya Keluargaku

Semua orang pasti kaget begitu mendengar nama panjangku, terutama ketika tahu aku punya marga. Sembiring, lebih tepatnya Sembiring Meliala. Mereka bilang aku tak punya tampang Batak sama sekali, suaraku kecil dan wajahku tidak tegas seperti orang Batak pada umumnya. Tak dipungkiri, setiap suku punya karakteristik sendiri – sendiri. Misalnya orang Batak itu pasti galak dan orang Jawa itu halus. Menurutku? Belum tentu!

Aku lahir di keluarga multi suku dan agama. Bapak orang Batak Karo dengan latar belakang agama berbeda – beda, Katolik, Protestan dan Islam. Ibuku orang Jawa dengan latar belakang agama yang berbeda – beda juga. Nenek dari Ibu sendiri masih memeluk agama Islam, sedangkan kakekku Katolik. Dengan latar belakang yang plural ini, aku jarang atau bahkan tidak pernah mengalami masalah. Nenekku baik hati tapi wanita dari garis keturunan ibuku itu kuat dan tegas, padahal menurut orang banyak orang Jawa apalagi wanita itu pasti lembut. Tapi hal ini tidak terjadi di keluargaku. Dalam kehidupan sehari – hari ibuku lebih dominan dari Bapak. Ibuku mengatur semua urusan rumah tangga, dia lumayan keras kepala dan sikapnya ini menurun padaku. Seperti ibu – ibu kebanyakan, Ibuku cerewet dan sering ngomel. Cerewet dan ngomel untuk kebaikan tentunya.

Beda dengan Bapak, dari luar dia kelihatan lembut. Suaranya juga tidak terlalu keras. Walaupun agak kaku, dia selalu berusaha baik pada semua orang. Jarang marah, tetapi sekalinya marah, Bapak cukup menyeramkan.. :) Nah.. dua sikapnya yang ini juga menurun padaku. Jadi mungkin bisa dibilang aku hidup di dua dunia yang berbeda, aku bisa jadi bunglon dengan sikap yang berubah – ubah tergantung suasana hati. Setidaknya itu penilaianku menurut diriku sendiri.

Walaupun begitu, ibuku memiliki perjuangan sendiri ketika masuk ke keluarga Bapak. Sebagai orang Jawa yang tidak pernah menginjak tanah Sumatera, ibu harus berusaha cukup keras untuk dapat masuk ke dalam keluarga Bapak. Orang Batak memiliki rasa kekeluargaan yang cukup kuat dan sangat mencintai sukunya. Ibuku meski banyak menyesuaikan diri dengan keluarga Bapak dan mengambil hati mertuanya. Beda dengan orang Jawa yang sangat terbuka terhadap dunia luar. Bapak bisa dengan mudah berbaur dengan orang Jawa yang ramah – ramah. Ada cerita lucu yang aku alami setiap arisan keluarga. Jika di rumahku ada arisan keluarga dari keluarga Ibu, para tamu pasti harus dipaksa makan. “Ayo makan.. silahkan..” Setelah dipanggil beberapa kali keluarga ibu baru berdiri dan menuju meja makan. Beda dengan keluarga Bapak, saat makan tiba, dengan sekali ajakan pun mereka akan segera menuju meja makan tanpa malu – malu.

Jadi apakah orang Jawa itu selalu lembut? Tidak juga. Apakah orang Batak itu selalu menyeramkan? Tidak juga.. Semua kembali ke orangnya masing – masing, lingkungan tempat dia tinggal, nilai – nilai yang dia anut. Yah.. namanya budaya dan sikap orang tidak bisa plek disama ratakan, walaupun mungkin secara garis besar ada miripnya juga. Hidup Indonesia! Aku cinta kamu!

4 komentar:

Kang Sugeng mengatakan...

Salam kenal Ana, aku juga ikutan kontes ini lho, kalo km berkenan aku tunggu kunjungan baliknya.

novi cuk lanang mengatakan...

orang jawa memang tidak selalu lembut. tapi banyak.
demikian juga dengan orang batak tidak selalu keras. tapi banyak.

^_^

Kang Sugeng mengatakan...

Maaf Mbak Ana, saya datang hanya untuk meminta dukungan.

Memang saya ini hanya mantan manusia bejat, tapi sumpah Mbak, saya sudah benar-benar insyaf, karena saya punya satu keyakinan bahwa saya pasti bisa berubah menjadi orang yg lebih baik.
Nothing Impossible, ndak ada yg ndak mungkin. Maka dari itulah kali ini saya akan berbagi sedikit kisah hidup saya selama masa transisi itu, dan melalui komentar ini, saya mohon berikanlah satu komentar saja untuk postingan saya, Mantan Copet Itu Akhirnya Jadi Seorang Pengusaha.

"Satu komentar Anda adalah seribu keping emas buat saya."

Trimakasih Sahabatku.

Na_Indonesiana mengatakan...

@All : terima kasih commentnya.. All of your comments are really appreaciated..