Minggu, September 12, 2010

..Mentari..


Saat ini gw lagi baca buku karangan Vijay Eswaran, judulnya 'In the Sphere of Silence' atau dalam bahasa Indonesia artinya 'Dalam Dunia Keheningan', buku ini menceritakan tentang pentingnya keheningan dalam hidup, kita seringkali sibuk dengan hal - hal sepele dalam hidup ini dan melewatkan sesuatu yang sebenarnya paling berharga, 'keheningan' itu sendiri.

Belum selesai sih bacanya, tapi gw janji, segera setelah gw selesai baca, gw akan membaginya di blog gw ini. Ada satu cerita sederhana yang ada di buku ini tapi sangat mengena, ceritanya begini :

Setelah 15 menit memandangi terbitnya matahari yang indah di ufuk timur, salah seorang dari mereka berkata, 'Inilah satu-satunya pengalaman yang paling mengharukan dalam hidupku. Inilah pertama kalinya aku melihat mentari terbit dan hal ini sungguh mempesona.' Yang seorang lagi, sambil menepuk - nepuk nyamuk - nyamuk di sekitarnya berkata, 'Mentari terbit bagaimana maksudmu?'

Celakanya, sebagian besar dari kita kehilangan mentari terbit karena nyamuk - nyamuk itu.

Dalam Dunia Keheningan, kami akan membuat Anda agar berkeinginan melihat mentari terbit. (In the Sphere of Silence by Vijay Eswaran)


Menarik bukan?

Jumat, September 10, 2010

Tempe.. oh Tempe..

Mmm.. Tempe ternyata tak seagung dan seindah yang gw kira.. atau setidaknya tak agung atau indah seperti yang terakhir gw ingat..

Semua bermula saat mantan teman kerja gw di Tempe itu bertanya pada gw.. Apakah gw pernah nangis – nangis minta balik ke Tempe.. NANGIS – NANGISSSSS? Gw ga pernah NANGIS – NANGIS!!! Gw memang pernah menelepon Pemimpin Redaksi Majalah Tempe yang menawarkan posisi untuk jadi sekretarisnya sesaat gw mau keluar dari sana, apakah gw bisa balik lagi dan apakah tawaran dia waktu itu masih berlaku atau tidak. Dia minta waktu 3 hari karena katanya posisi tersebut sudah terlanjur diberikan ke orang lain dan orangnya sudah mulai masuk. Nah.. Ketika ternyata Tempe tidak membutuhkan gw lagi, yaaa.. Gw terima dengan lapang dada.. Memohon atau menelepon lagi pun tidak gw lakukan.. Karena gw yakin – seyakin yakinnya kalau EVERYTHING HAPPEND FOR A REASON. Dan ternyata benar.. Dan yang lebih menyakitkan lagi, berita yang dilebihkan itu keluar dari mulut dua orang petinggi Tempe yang sangat gw kagumi. Mungkin mereka merasa menang karena menganggap gw menyesal meninggalkan mereka.. Menyesal? Awalnya iya tetapi sekarang.. TIDAK..

Saat itu gw masih terbuai dengan kultur Tempe yang menurut gw SAAT ITU penuh dengan kekeluargaan dan apa adanya. Mmm.. Tetapi ternyata setelah gw jalanin, gw mendapat banyak sekali teman dan sahabat di tempat kerja baru gw. Walaupun di Tempe semua orang bertegur sapa dan tampak apa adanya, gw bisa melihat ada jarak antara posisi redaksi dan bukan redaksi. Posisi redaksi lebih dihargai.. Tentu saja.. Karena mereka yang memberikan kontribusi utama buat perusahaan. Contoh kecil saja.. Ketika sekretaris redaksi menyiapkan rapat kerja tahunan sampai jam 12 malam.. Namun saat makan bersama, jarang ada redaksi yang mau duduk bersama kami. Dan saat pidato terakhir seorang petinggi Tempe, dia mengucapkan terima kasih ke orang – orang yang sudah mensukseskan rapat kerja ini tetapi sekretaris redaksi sama sekali tidak disebut.. Padahal kami yang menyiapkan bahan presentasi mereka, padahal kami yang menyiapkan susunan acara, sound system, tempat rapat dll.. dll.. Tetapi nama kami tidak disebut sama sekali.. Kecewa? Tentu saja.. Tetapi kekecewaan tidak boleh dipendam lama – lama bukan? Karena mungkin nanti jadi bisul.. Jerawat.. Atau apalah..

Saya hanya bilang.. Tempe.. Jangan menilai diri Anda terlalu tinggi..