Kamis, September 27, 2012

Korupsi : Dulu, Sekarang dan yang Akan Datang





Saya menyaksikan film Kita versus Korupsi di You Tube setelah dikirimkan linknya dari seorang teman. Komentar saya hanya satu : “Luar Biasa!”. Film ini jelas – jelas digarap tidak setengah  - setengah dan sangat profesional. Tentunya karena sutradara dan pemain film ini memiliki jam terbang yang tinggi. Jalan ceritanya natural dan menggambarkan kehidupan sehari – hari yang pasti sangat mengena kesemua kalangan.

Saya sangat terkesan dengan bagian cerita “Aku Padamu”. Mungkin karena saya orang muda dan karena karisma Nicholas Saputra yang tak pernah habis termakan masa. Dari Ada Apa dengan Cinta, Gie sampai di film ini, karismanya tak pernah berkurang, malah makiiiin bertambah. Aaaaa.. Nicholaaas.. Okay.. Okaay.. Kembali ke topic film ini, bagian ini mencakup semua hal dan menekankan bahwa pengalaman masa kecil sangatlah berkesan dan tertanam ke alam bawah sadar kita. Bukan hanya keluarga dekat tetapi juga lingkungan dekat lain, bisa juga tetangga dan dalam bagian ini adalah pendidikan kita di sekolah yaitu guru. Seorang wanita muda yang diperankan Revalina S. Temat berniat kawin lari dengan pacarnya, Nicholas Saputra (this couple is too good to be true sekaligus bikin ngiri).

Ternyata begitu sampai di KUA, mereka membutuhkan Kartu Keluarga. Reva dan Nico sama – sama tidak membawa KK tersebut sampai akhirnya Nico mengusulkan untuk menggunakan cara cepat, menggunakan calo sehingga niat kawin lari mereka cepat terlaksana. Reva terang – terangan menolak, satu kalimat sangat saya ingat, “Kamu itu cerminan dari rumah kamu.”

Akhirnya Reva bercerita soal gurunya yang sangat jujur bernama Pak Markun. Ia tidak bisa menjadi guru tetap karena menolak membayar (aka menyogok) untuk mendapatkan status guru tetap. Orang yang Pak Markun tolak untuk disogok adalah ayah kandung Reva. Ia kemudian keluar dari sekolah dan karena rasa sayang kepada murid – muridnya, ia rela berdiri di depan sekolah menyamar sebagai badut dan membagikan balon. Ia rela memberikan kelas mengajar gratis untuk murid – muridnya. Kejujuran, itu adalah hal yang sangat amat ia tanamkan, sesuatu yang sekarang terasa sangat mahal. Semua orang cenderung untuk menembuh cara cepat, dengan membayar, menyogok, hadiah dan melupakan usaha yang memang cenderung lama tetapi tentu saja akan bertahan lama pula. Pak Markun kemudian meninggal di usia muda dan meninggalkan seorang istri yang sangat mencintainya, walaupun istrinya, mungkin karena kasihan dengan Pak Markun yang tak kunjung lepas dari status guru honorer, untuk membayar agar mendapatkan status guru tetap. Ajaran untuk kejujuran menempel lekat di alam bawah sadar Reva dan ia berusaha menjadi orang yang jujur dan anti korupsi walaupun ayahnya adalah salah satu praktisi aktif korupsi.

Reva dan Nico akhirnya memutuskan untuk tidak memakai calo dan melalui prosedur yang seharusnya. Memulai keluarga dengan niat baik dan nantinya mereka akan menurunkan kejujuran dan niat baik ini ke anak – anak mereka dan begitu seterusnya.

Film ini memiliki 4 bagian cerita yang berbeda – beda dan semuanya sangat amat bagus dan mengena. Seperti bagian “Rumah Perkara” yang menggambarkan pejabat daerah yang menerima bantuan dana kampanye dari pengusaha. Sehingga mau tak mau setelah dia menang dia bukan semata – mata bekerja untuk warganya, tetapi juga untuk kepentingan pengusaha tersebut. Disini digambarkan bagaimana perjuangan batin pejabat daerah tersebut dan kisah ini berakhir tragis.

Bagian “Selamat Siang, Risa” menggambarkan perjuangan keluarga sederhana di tahun 1974. Ketika beras langka dan beberapa pengusaha malah menimbun beras. Tora Soediro berperan sebagai seorang ayah yang bekerja sebagai penjaga gudang, ia menolak sogokan besar seorang cukong beras yang berniat menimbun dan menitipkan beras di gudangnya walaupun ia sedang dalam keadaan sangat berkekurangan. Ia memiliki anak bernama Risa yang ketika besar juga selalu teringat akan teladan ayahnya dan menolak sogokan di kantornya.

Dan terakhir, bagian “Psst.. Jangan Bilang Siapa – Siapa” menggambarkan situasi korupsi di lingkungan sekolah. Mulai dari penjualan buku dari guru.Film ini menggambarkan 3 sahabat, 2 orang terbiasa dengan lingkungan sogok menyogok dan uang pelicin mulai dari ibu dan bapak mereka. Tetapi satu anak bernama Gita tidak, ia terbiasa menabung dan membeli sendiri barang – barang yang ia inginkan.

Semua bagian mewakilkan berbagai kalangan, korupsi yang sudah membudaya di semua aspek kehidupan Indonesia. Jika diteruskan korupsi akan terus ada, dari dulu, sekarang dan yang akan datang. Mari kita coba putuskan mata rantai itu mulai dari rumah kita sendiri. Semua dimulai dari hal kecil dan itu keluarga. Proviciat for this movie and all of the people who made it!

Tidak ada komentar: