Senin, Mei 07, 2012

Polisi Itu..




Polisi.. Polisi.. Polisi katanya pengayom masyarakat, pelindung dan membuat masyarakat tenang. Itu yang santer terdengar, dari mulut sang polisi sendiri mungkin.. Bahkan sekarang banyak polisi berwajah ganteng dan cantik. Entah karena generasi sekarang kebanyakan berwajah ganteng dan cantik atau karena memang polisi sengaja merekrut kandidat berpenampilan menarik untuk merubah citra polisi yang menyeramkan.
Beberapa kali aku berurusan dengan polisi. Hmm.. Coba kuingat – ingat.. dalam dua tahun ini, aku kurang – lebih berurusan 4 kali dengan polisi.

Pertama, aku mengurus perpanjangan STNK kendaraan kantor. Datanglah aku ke Komdak Sudirman. Disana loketnya sudah tertib dan rapi, dan pembayaran juga reasonable. Semua sesuai prosedur, aku seneng banget. Tadinya deg-degan musti ngurus sendiri ternyata semua mudah. Dan sampailah aku pada tahap akhir, yaitu mengambil STNK yang sudah jadi. Karena menunggu sudah agak lama, aku segera mendatangi loket, “Pak.. STNK mobil bla-bla nomer XXXX udah jadi belum?” Dan Pak Polisi Penjaga Loket itu berkata, “Mbak mau pake cara cepet atau biasa?” “Emang apa bedanya, Pak? Saya pake cara biasa aja.” Karena gak buru – buru juga. Hampir sejam aku menunggu dan banyak orang yang datang setelah aku sudah mendapatkan STNK barunya. Akhirnya aku mendatangi loket itu lagi, “Pak STNK saya masih lama ya? Saya meski pergi ni.” “Makanya pake cara cepet aja, Mbak” “Yaudah pake cara cepet gimana?” “Buat Mbak Rp5000 aja deh..” HAAAAAA? LIMA RIBUUU? Akhirnya aku menyerahkan Rp5000 ke polisi penjaga loket itu, dan benar selang 5 menit aku dipanggil dan diserahkanlah STNK baru itu. LIMA RIBU untuk nunggu SEJAM? Gak abis pikir!



Kedua, sepulang dari rumah sahabat, berkendaralah aku dengan sepeda motor di kawasan Pancoran di hari Minggu pagi. Di arah putar balik Pancoran dua polisi menyetop sepeda motorku. Aku segera berhenti dan mereka menegurku karena tidak menyalakan lampu motor. Yaks.. Aku memang salah. Tetapi aku pernah baca entah dimana, kalau uang tilang itu bisa dibayar di ATM BRI dan kalau kita tidak melawan polisi seharusnya mengeluarkan surat tilang berwarna biru, kalau melawan baru berwarna merah. Dengan kesan agak tergesa – gesa, aku meminta maaf pada dua polisi itu dan berkata, dua polisi itu meminta saya menepi, tetapi aku tolak. “Pak, saya buru – buru ni. Mana surat tilang warna birunya? Bapak saya bonceng aja ke ATM BRI, saya bayar tilangnya disana.” Polisi itu langsung diam gelagapan dan berkata, “Waah.. Gak bisa gitu, Mbak.. Bank sekarang kan tutup, sekarang kan hari Minggu.” “Lah, ATM kan buka 24 jam, Pak.. Yaudah sini surat tilang warna birunya, saya bayar di ATM, ayo cepet, Pak, saya mau Gereja ni.” Bersamaan dengan itu, lewatlah minimal 3 motor yang tidak juga menyalakan lampu depan motornya. “Pak, itu motor yang lain kenapa gak diberentiin? Kan pada gak nyalain lampu depan juga.” Mereka diam dan STNK motorku dikembalikan, “Yaudah, Mbak mau Gereja ya? Yaudah jalan aja deh, Mbak..” Jiaaaaa.. Akhirnya aku dilepaskan tanpa harus bayar tilang.

Ketiga, ketika aku pindah kerja, kantor baruku meminta surat keterangan kelakuan baik, sekarang si disebutnya SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian). Datanglah aku ke Polres Ciputat dan dengan sigap petugas penjaga loket melayani permintaanku, Pak Polisi itu menyerahkan formulir untuk diisi dan setelah selesai mengisi, sidik jariku diambil dan dia berkata SKCK bisa diambil 2 hari lagi. Aku bertanya, “Biayanya berapa, Pak? “Rp 20.000 ya, Mbak” “Saya bayar sekarang aja ya, Pak, nanti yang ambil adik saya, bisa ya?” “Bisa, Mbak, jadi nanti adik mbak tingggal ambil aja.” “Baiklah, makasih, Pak.”. Dua hari kemudian aku minta tolong adikku untuk mengambil SKCK-ku, “Dek, tinggal ambil aja SKCK-nya yah..” Tetapi eh tetapi.. Ternyata polisi itu minta uang lagi ke adikku Rp 20.000, jadi total aku bayar dua kali lipat dari biaya normal. HIKS!

Nah, yang keempat yang paling membingungkan jagad raya dunia kewarasanku. Yak! Saya sudah belajar motor dan mulai bawa motor dari SMP, dan sampai sekarang saya sering banget bawa motor tetapi saya belum punya SIM. Rasa bersalahku menjadi – jadi dan beberapa waktu lalu, aku datang seorang diri mengurus SIM di daerah Daan Mogot, entah sugesti atau bukan, perasaanku kok gak enak ya. Pertama tes kesehatan mata, lalu bayar sana bayar sini, bayar tes kesehatan, asuransi, formulir dll.. dll.. Total kurang lebih Rp 150 ribu yang kukeluarkan. Sampai akhirnya aku diarahkan ke tempat ujian tertulis. Total soal ada 30 dan sang polisi pemandu mengatakan kalau kita sudah benar 18 saja, kita lulus tes tertulis. Aku duduk bertiga bersama dengan seorang Ibu dan perempuan sebayaku. Mereka bertiga juga seorang diri mengurus SIM C. Lega rasanya, ada temen. Pelan – pelan aku mengisi soal – soal tersebut dan diberi waktu 15 menit. Setelah dihitung, aku merasa kira – kira ada 20 soal yang aku yakin bisa jawab. Fiuuh! Mudah – mudahan lulus. Setelah menunggu hampir dua jam, tanpa pemberitahuan apapun dan kami peserta ujian hanya diminta langsung menunggu di loket 3.. Karena resah, salah seorang peserta mendatangi polisi dan bertanya kapan hasil ujiannya selesai. Sang Polisi hanya berkata, “Sebentar, Pak.. Kita kan mau makan siang dulu.” Jiaaa.. Kalo makan siang kenapa gak bilang dari tadi, kitanya kan gak nunggu – nunggu, bisa sambil makan siang juga. Sekitar jam 2, loket dibuka dan peserta ujian dipanggil satu persatu, dipanggillah namaku daaan.. Aku gagal lulus tes tertulis, disitu tertera bahwa jawabanku yang benar hanya 14, teman barengaku juga gagal. Kami diminta datang lagi dua minggu kemudian. Yasudahlah, aku berniat datang dua minggu kemudian untuk coba lagi. Tapi yang membingungkanku adalah saran orang – orang di sekitarku.

Komentar 1
Saudaraku yang Polisi : Kok lw gak bilang – bilang gw, Na, mau bikin SIM. Gak bakal dilulusin tes tertulis lw Na.. Besok balik aja lagi, ntar gw bilangin ke temen gw yang disitu. Biaya normalnya Cuma paling Rp 170.000, kalo nembak dan mau langsung lulus bisa Rp 550ribu.
GW : HAAAAA?

Komentar 2
Adek – ku : Lw harusnya pas dibilang gak lulus langsung deketin polisinya, Kak.. Bilang Kakak gak bisa balik lagi dua minggu, temen – temenku bilang kasih aja Rp 50ribu ntar paling diganti jadi lulus.
GW : APAAAA?

Komentar 3
Sahabatku yang wartawan : Baru tau ya? Emang pasti digituin, kecuali kalo lw wartawan, Na. Udah tulis aja surat pembaca, ntar pasti jadi berita.
GW : GILAAK!

Komenter 4
Sodaraku yang punya Sodara Polisi yang ngurusin SIM di CIkokol : Udah ntar kalo mau ngurus SIM lagi, bilang aja. Biayanya Rp 480ribu, nanti ditemenin. Kalo gak gitu meski tes tertulis 2 ampe 3 kali baru dilulusin.
GW : Yaampuuuuun..

Gimana yah? Mau bikin SIM kok ngebingungin banget. Sebenernya yang bener gimana? Apakah tidak ada yang pasti di dunia kepolisian?

Pliiiis, Pak Polisi.. Bukankah kami harusnya tenang yah dengan kehadiran kalian? Bukannya kami harusnya merasa terlindungi? Tapi kenapa yah, saya aja takut berurusan dengan kalian. Polisi itu.. Apa ya? Polisi itu MEMBINGUNGKAN! Sekiaaaan..

(Gambar diambil dari http://roda2blog.com/2012/03/27/jawa-tengah-bebas-razia-polisi-lalu-lintas/)

Tidak ada komentar: