Kamis, April 12, 2012

Perjalanan Sang Nabi


Tuhan meminta kita untuk tidak begitu pasrah saja dengan hidup, dengan apa yang disebut takdir, dengan cobaan yang kita hadapi. Itu kalimat yang terbesit dipikiranku setelah membaca salah satu novel karangan Paulo Coelho yang berjudul “The Fifth Mountain”. Kebetulan aku membeli versi Bahasa Inggrisnya, alhasil kamus Oxford tak pernah jauh – jauh dari sisiku saat aku membaca novel ini, karena beberapa bagian bahasa Inggrisnya adalah Bahasa sastra Alkitabiyah yang lain dari Bahasa Inggris sehari - hari, terutama ketika Elijah, sang tokoh utama bercakap – cakap dengan Malaikat atau dengan Tuhan. Hal ini juga yang membuatku agak lama selesai membaca novel ini.

The Fifth Mountain bercerita tentang perjuangan nabi Elijah atau Elia dalam bahasa Indonesia. Dia adalah lelaki muda biasa yang bekerja sebagai tukang kayu handal, dari kecil dia sering bertemu dan bercakap – cakap dengan Malaikat. Orang tuanya tahu akan hal itu tapi berusaha menyangkalnya. Makin ia besar, makin ia tidak bisa menyangkal kemampuannya, semakin menyadari kalau ia ditakdirkan menjadi nabi. Digambarkanlah perjuangan Elia sebagai nabi, nabi adalah manusia biasa, dan perbedaannya, mereka bisa bercakap – cakap dan melihat secara nyata kehadiran Tuhan dan Malaikatnya serta memiliki iman yang lebih besar dari kita tentunya karena tanggung jawab moral mereka lebih besar, tapi mereka tetap mengalami perjuangan dan tantangan dalam hidup.



Elia selalu lari dari kenyataan bahwa ia ditakdirkan menjadi Nabi, banyak yang mengetahui ia memiliki kemampuan lebih dan dapat berinteraksi dengan Malaikat Tuhan. Hal ini terdengar sampai ke telinga Jezebel, istri dari Raja Ahab, Raja Israel. Jezebel sangat amat cantik, Elia pun sempat jatuh cinta padanya. Jezebel adalah penyembah Baal dan dia memerintahkan seluruh Israel juga menyembah Baal dan membunuh semua nabi – nabi yang menyembah tuhan selain Baal. Elia pun terancam dihukum mati sampai akhirnya dia lari menyusuri padang gurun ke kota Akbar. Disana dia bertemu dengan seorang janda muda dan anak lelaki kecilnya yang sampai akhir cerita tidak disebutkan nama janda muda dan anak lelakinya itu. Janda muda itu menerima Elia tinggal dirumahnya. Kedatangan orang asing menarik perhatian banyak orang di kota kecil itu. Elia sempat dipanggil oleh Imam Tertinggi dan Gubernur kota itu, dan Elia mengakui kalau ia adalah nabi yang lari dari Israel dan bersembunyi dari ancaman pembunuhan Jezebel. Sang Gubernur menganggap Elia sebagai salah satu komoditi mendekati Jezebel sedangkan sang Imam Tertinggi menganggap Elia sebagai ancaman dan diam – diam berencana membunuh Elia.

Orang banyak mencurigai keberadaan Elia sebagai orang asing yang tinggal di rumah seorang janda muda. Disinilah Elia sebagai seorang nabi sebagai manusia biasa banyak diuji. Terutama ketika anak janda itu sakit keras dan orang banyak menganggap Elia sebagai pembawa petaka yang membawa penyakit, terlebih ketika anak lelaki janda tersebut meninggal. Janda tersebut membencinya, orang banyak membencinya. Elia berkali – kali meminta kepada Tuhan agar anak itu disembuhkan tetapi doanya dijawab dengan kematian. Sang Imam Tertinggi menyuruh Elia pergi ke The Fifth Mountain atau Gunung Kelima, yaitu tempat allah yang mereka sembah bersemayam dan tempat kuil tertinggi allah yang disembah kota itu. Tidak ada orang yang dapat kembali dari Gunung Kelima itu dengan selamat kalau bukan orang suci dan orang pilihan, kebanyakan orang akan terbakar oleh api tuhan. Di atas gunung itu, Elia bertemu Malaikat Tuhan. Ia mengeluh dan mengeluh, ia sudah mengikuti semua kehendak Tuhan sampai ia harus pergi dari negerinya, diancam dibunuh dan alasan ia pergi ke kota Akbarpun karena Malaikat yang memintanya. Sang Malaikat berkata kalau ia harus kembali ke rumah anak itu dan membangunkannya, anak tersebut akan hidup kembali. Elia bertanya kenapa baru sekarang? Kenapa tidak dari kemarin anak itu disembuhkan? Sang Malaikat hanya berkata, Tuhan ingin menampakkan kemuliaannya. Disinilah aku sadar, kalau seorang nabipun tidak dapat membuat keajaiban apapun kalau tidak ada restu dan kehendak langsung dari Tuhan. Dan kembalilah Elia ke rumah janda muda itu, berdiri disamping anak janda itu dan membangunkannya. Dan anak itu hidup kembali. Sejak saat itu semua orang menganggap Elia sebagai nabi dan ia menjadi orang penting di kota itu tetapi sang Imam Besar makin menganggapnya sebagai ancaman. Elia kemudian jatuh cinta dengan janda muda itu, yang memiliki mata hijau seperti Jezebel. Sang janda juga jatuh cinta padanya. Tetapi Elia berusaha menepis perasaannya.
Kemudian tersiarlah kabar kalau bangsa Asiria akan menyerang kota Akbar. Elia menghendaki perdamaian tetapi sang Imam Besar berkehendak agar Gubernur dan seluruh pasukannya menyerang balik. Keadaan semakin ramai ketika salah satu Jendral Asiria datang dengan damai tetapi sang Gubernur memutuskan, dengan ancaman dan paksaan dari Imam Besar, untuk membunuh Jendral Asiria itu dengan cara dirajam di tengah kota. Elia, sang janda dan anaknya sempat ingin melarikan diri dari kota Akbar, tetapi Malaikat menghadangnya dan mengatakan itu bukan kehendak Tuhan.

Hal ini menimbulkan kemarahan pasukan Asiria yang menyerang kota Akbar habis – habisan membunuh seluruh pasukan kota Akbar, dan memporak porandakan kota. Elia sempat dipukuli dan akan dibunuh, ternyata ada orang yang memfitnahnya dan mengatakan bahwa Elia adalah Gubernur yang memerintahkan pembunuhan Jendral Asiria. Sampai akhirnya pasukan Asiria sadar kalau mereka salah orang. Sang Gubernur sendiri telah melarikan diri dan Imam Besar mati mengenaskan dengan tangan dan kaki ditebas. Elia selamat, anak lelaki janda itu selamat tetapi janda itu tewas. Sebelum meninggal janda itu berkata, “Tuhan telah mengabulkan doaku. Sebelum kau datang aku telah meminta kematian bertahun – tahun karena aku merasa tidak berguna. Aku menikah sejak muda dan tidak memiliki keahlian apapun. Tetapi kau membuatku bersemangat untuk mempelajari hal baru, belajar Byblos. Dan walaupun aku meninggal, ingatlah kalau aku ini adalah Akbar. Nama kota itu.”. Byblos adalah cikal bakal Alphabet, Byblos hanya terdiri dari huruf – huruf mati yang susah dieja dan diciptakan oleh bangsa Mesir, bangsa Romawi menambahkan 5 huruf vocal dan menjadikannya Alfabet yang kita kenal sekarang ini. Elia dan anak lelaki itu dirundung kesedihan yang teramat sangat. Mereka akhirnya pergi dari kota itu dan di perjalanan mereka menumpang beristirahat di rumah seorang gembala. Gembala itu menerima mereka dirumahnya, memberi makan dan mengobati luka – luka Elia. Sang gembala ternyata sangat bijak, ia membuat Elia dan anak itu agar memaafkan masa lalunya, dan fokus pada masa depan. Menyerapkan dalam hati bahwa masa depan mereka cerah. Malaikat Tuhan sebenarnya meminta Elia kembali ke Israel untuk menjatuhkan Baal yang dibawa Jezebel tetapi Elia dan anak itu memutuskan untuk kembali ke Akbar. Karena Akbar adalah janda muda yang dicintai Elia, Akbar adalah ibu yang sangat disayangi anak lelaki itu.

Elia akhirnya kembali ke Akbar. Membangun kota itu dari puing – puing hangus. Membakar semua mayat pasukan dan warga kota yang mulai membusuk, dengan bantuan orang – orang yang sudah tua, janda dan yatim piatu yang tidak memiliki kemampuan untuk melarikan diri jauh – jauh dari Akbar. Seluruh orang muda warga kota yang selamat dari kota itu telah pergi dari Akbar. Dengan segala keterbatasan mereka membangun kota Akbar sampai lebih indah sari awalnya. Orang – orang tua dan janda itu merasa memiliki hidup kembali karena mereka merasa berguna. Mereka membuat keajaiban bersama. Kebahagiaan meliputi kota itu, Elia diangkat menjadi Gubernur kota Akbar. Gubernur lama sempat datang dan mencoba ingin merebut kekuasaan tetapi seluruh kota berhasil menghalaunya. Elia lari dari kehendak Tuhan dengan kembali dan membangun kota Akbar. Tuhan sebenarnya menginginkan dia kembali ke Israel dan menantang keberadaan Jezebel dengan Baal-nya. Suatu malam terbesitlah salah satu kisah Yakub, pada malam hari Yakub berkelahi sampai pagi dengan seseorang yang ternyata adalah Tuhan, ia tidak bisa menang sampai akhirnya saat Tuhan ingin meninggalkan dia, Yakub sadar dan berkata, Jangan pergi Tuhan, jangan pergi sebelum KAU memberkatiku dan Tuhan memberkati dia. Dia sadar dengan tidak kembali ke Israel seperti yang malaikat katakan kepada dia, dia bisa membangun Akbar dan membuat keajaiban. Ada suatu ketika kita harus berbuat sesuati dan tidak hanya pasrah kepada keadaan yang kelihatan seperti kehendak Tuhan, kita harus melawannya dan melakukan apa yang kita inginkan. Kita harus berjuang mengejar mimpi dan tidak duduk diam saja. Jadilah berani, jadilah kuat, orang yang berani biasanya keras kepala. Begitu kata buku ini. Elia menemukan satu kata yang menggambarkan hidupnya, dan itu adalah Liberation, kebebasan, kemerdekaan. Kehendak bebas adalah karunia terbesar yang Tuhan berikan kepada manusia.

Malaikat muncul di depannya dan Elia tahu saatnya dia kembali ke Israel, menjatuhkan Jezebel dan Baal. Ia meninggalkan Akbar, dan kelak anak lelaki itu menggantikan posisinya sebagai Gubernur.

Elia kembali ke Israel, dia menantang Jezebel dan Baal dengan membangun dua tempat persembahan. Satu untuk Baal dan satu untuk Tuhan. Semalam malaman orang Jezebel berdoa ke Baal tetapi tidak terjadi apapun dan ketika Elia berdoa kepada Tuhan, hujan turun tiada henti setelah kekeringan bertahun – tahun. Kuil – kuil Baal diruntuhkan, Raja Ahab dibunuh dan Jezebel sedikit demi sedikit tersingkir dan memilih bunuh diri terjun dari jendela istananya. Elia hidup dan menjadi nabi di Israel sampai pada akhir hayatnya.

Banyak kata – kata indah dalam buku ini, dan Paulo Coelho dengan pesona kata – katanya dapat menggambarkan dengan menarik salah satu kisah Nabi Elia dalam Kitab Suci. Viva Paulo Coelho!

(Gambar diambil dari http://paulocoelhoblog.com/postcards/)

Tidak ada komentar: