Saya menyaksikan film Kita versus Korupsi di You Tube
setelah dikirimkan linknya dari seorang teman. Komentar saya hanya satu : “Luar
Biasa!”. Film ini jelas – jelas digarap tidak setengah - setengah dan sangat profesional. Tentunya
karena sutradara dan pemain film ini memiliki jam terbang yang tinggi. Jalan
ceritanya natural dan menggambarkan kehidupan sehari – hari yang pasti sangat
mengena kesemua kalangan.
Saya sangat terkesan dengan bagian cerita “Aku Padamu”.
Mungkin karena saya orang muda dan karena karisma Nicholas Saputra yang tak
pernah habis termakan masa. Dari Ada Apa dengan Cinta, Gie sampai di film ini,
karismanya tak pernah berkurang, malah makiiiin bertambah. Aaaaa.. Nicholaaas..
Okay.. Okaay.. Kembali ke topic film ini, bagian ini mencakup semua hal dan
menekankan bahwa pengalaman masa kecil sangatlah berkesan dan tertanam ke alam
bawah sadar kita. Bukan hanya keluarga dekat tetapi juga lingkungan dekat lain,
bisa juga tetangga dan dalam bagian ini adalah pendidikan kita di sekolah yaitu
guru. Seorang wanita muda yang diperankan Revalina S. Temat berniat kawin lari
dengan pacarnya, Nicholas Saputra (this couple is too good to be true sekaligus
bikin ngiri).
Ternyata begitu sampai di KUA, mereka membutuhkan Kartu
Keluarga. Reva dan Nico sama – sama tidak membawa KK tersebut sampai akhirnya
Nico mengusulkan untuk menggunakan cara cepat, menggunakan calo sehingga niat
kawin lari mereka cepat terlaksana. Reva terang – terangan menolak, satu
kalimat sangat saya ingat, “Kamu itu cerminan dari rumah kamu.”
Akhirnya Reva bercerita soal gurunya yang sangat jujur
bernama Pak Markun. Ia tidak bisa menjadi guru tetap karena menolak membayar
(aka menyogok) untuk mendapatkan status guru tetap. Orang yang Pak Markun tolak
untuk disogok adalah ayah kandung Reva. Ia kemudian keluar dari sekolah dan
karena rasa sayang kepada murid – muridnya, ia rela berdiri di depan sekolah
menyamar sebagai badut dan membagikan balon. Ia rela memberikan kelas mengajar
gratis untuk murid – muridnya. Kejujuran, itu adalah hal yang sangat amat ia
tanamkan, sesuatu yang sekarang terasa sangat mahal. Semua orang cenderung
untuk menembuh cara cepat, dengan membayar, menyogok, hadiah dan melupakan
usaha yang memang cenderung lama tetapi tentu saja akan bertahan lama pula. Pak
Markun kemudian meninggal di usia muda dan meninggalkan seorang istri yang
sangat mencintainya, walaupun istrinya, mungkin karena kasihan dengan Pak
Markun yang tak kunjung lepas dari status guru honorer, untuk membayar agar
mendapatkan status guru tetap. Ajaran untuk kejujuran menempel lekat di alam
bawah sadar Reva dan ia berusaha menjadi orang yang jujur dan anti korupsi
walaupun ayahnya adalah salah satu praktisi aktif korupsi.
Reva dan Nico akhirnya memutuskan untuk tidak memakai calo
dan melalui prosedur yang seharusnya. Memulai keluarga dengan niat baik dan
nantinya mereka akan menurunkan kejujuran dan niat baik ini ke anak – anak mereka
dan begitu seterusnya.
Film ini memiliki 4 bagian cerita yang berbeda – beda dan
semuanya sangat amat bagus dan mengena. Seperti bagian “Rumah Perkara” yang
menggambarkan pejabat daerah yang menerima bantuan dana kampanye dari
pengusaha. Sehingga mau tak mau setelah dia menang dia bukan semata – mata bekerja
untuk warganya, tetapi juga untuk kepentingan pengusaha tersebut. Disini
digambarkan bagaimana perjuangan batin pejabat daerah tersebut dan kisah ini
berakhir tragis.
Bagian “Selamat Siang, Risa” menggambarkan perjuangan
keluarga sederhana di tahun 1974. Ketika beras langka dan beberapa pengusaha
malah menimbun beras. Tora Soediro berperan sebagai seorang ayah yang bekerja
sebagai penjaga gudang, ia menolak sogokan besar seorang cukong beras yang
berniat menimbun dan menitipkan beras di gudangnya walaupun ia sedang dalam
keadaan sangat berkekurangan. Ia memiliki anak bernama Risa yang ketika besar juga
selalu teringat akan teladan ayahnya dan menolak sogokan di kantornya.
Dan terakhir, bagian “Psst.. Jangan Bilang Siapa – Siapa” menggambarkan
situasi korupsi di lingkungan sekolah. Mulai dari penjualan buku dari guru.Film ini menggambarkan 3 sahabat, 2
orang terbiasa dengan lingkungan sogok menyogok dan uang pelicin mulai dari ibu
dan bapak mereka. Tetapi satu anak bernama Gita tidak, ia terbiasa menabung dan
membeli sendiri barang – barang yang ia inginkan.
Semua bagian mewakilkan berbagai kalangan, korupsi yang
sudah membudaya di semua aspek kehidupan Indonesia. Jika diteruskan korupsi
akan terus ada, dari dulu, sekarang dan yang akan datang. Mari kita coba
putuskan mata rantai itu mulai dari rumah kita sendiri. Semua dimulai dari hal
kecil dan itu keluarga. Proviciat for this movie and all of the people who made
it!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar